Selasa, 11 Mei 2021

Pengendalian Hayati Gulma Teki Dengan Biokontrol Jamur Karat



    Pengendalian gulma secara hayati (biokontrol gulma) adalah penggunaan musuh-musuh alami (organisme hidup) selain manusia untuk mengurangi populasi gulma. contohnya Teki (Cyperus rotundus L.) merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat secara serius mengancam keberhasilan tanaman budidaya, karena keberadaannya di setiap tempat di daerah kering, potensi perkembangbiakannya dan kemampuannya yang sangat kuat dalam berkompetisi serta sulitnya dikendalikan baik secara mekanik maupun kimiawi jika telah tumbuh dengan baik.

    Oleh karena itu, pengendalian dengan kombinasi berbagai perlakuan seperti cara bercocok tanam, penggunaan herbisida, penyiangan dan pengendalian hayati (biologi) perlu diterapkan.  Biokontrol gulma, terutama dengan menggunakan jamur-jamur patogen, Salah satu jamur patogen gulma adalah jamur karat (Uredinales). Jamur karat merupakan kandidat bahan biokontrol yang mempunyai prospek yang baik untuk mengendalikan gulma, karena mampu menyebabkan kerusakan yang berat dan mempunyai inang yang sangat spesifik.

    secara alami gulma teki terinfeksi oleh jamur karat Puccinia philippinensis Syd. Akibat infeksi ini pertumbuhan gulma teki menjadi terhambat, sehingga jamur karat lokal ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen pengendali hayati gulma teki. P. canaliculata ini jika diterapkan pada saat yang tepat (keadaan yang kondusif bagi perkembangan jamur) dan dalam jumlah yang memadai mampu menghambat pembungaan dan pembentukan umbi gulma tersebut.

    patogenisitas jamur karat lokal Lombok pada gulma teki, ialah jamur Puccinia philippinensis, yang diinokulasikan bersifat patogenik (dapat menimbulkan penyakit) pada gulma teki yang ditandai dengan gejala penyakit yang ditimbulkannya yaitu pada awalnya berwarna kekuningkuningan, kemudian setelah beberapa hari terbentuk pustul yang berwarna coklat kemerah-merahan pada bagian bawah daun gulma teki serta pada perkembangan selanjutnya pustul tersebut membesar dan berubah warna menjadi coklat kehitam-hitaman.

    Jamur karat P. philippinensis bersifat patogenik (dapat menimbulkan penyakit) pada gulma teki sehingga berpotensi diterapkan sebagai agen pengendali hayati gulma teki yang sangat sukar dikendalikan baik secara mekanik maupun kimiawi. Selain itu, jamur karat ini tidak mampu menginfeksi tanam. Tanaman budidaya yang terinfeksi jamur karat di sekitar tempat terjadinya infeksi jamur karat pada gulma teki. Hal ini menunjukkan bahwa jamur karat ini mempunyai inang yang spesifik, sehingga aman diterapkan sebagai agen pengendali hayati gulma teki.

    Hal tersebut, dilihat dari semakin tinggi kerapatan spora yang diaplikasikan pada gulma teki maka semakin tinggi jumlah pustul yang terbentuk, semaikin tinggi intensitas penyakit yang terjadi dan semakin cepat penyakit berkembang.Inokulasi dilakukan dengan menyemprotkan larutan ke bagian bawah daun sebanyak 5 kali. Setelah inokulasi polibag disungkup dengan plastik hitam yang sebelumnya telah dibasahi bagian dalamnya dengan air untuk memberikan lingkungan berkelembaban tinggi. Setelah 24 jam plastik penutup tersebut dibuka.


sekian terimakasih semoga bermanfaat, sampai jumpa di tulisan selanjutnya.





















Perkembangan Teknik-teknik Pengendalian Gulma

 



 

    Gulma (tumbuhan pengganggu) adalah spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan tanaman budidaya, kehadiran gulma tidak diinginkan karena dapat tumbuh bersamaan sehingga menimbulkan persaingan.

    Faktor tumbuh yang dipersaingkan adalah energi cahaya, air, karbondioksida, oksigen, dan ruang. gulma yang selalu berada di sekitar pertanaman (crop) telah diketahui berakibat terjadinya penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir tanaman budidaya.

    Persaingan dapat dikurangi atau ditiadakan agar tidak terjadinya dua pesaing yaitu pesaing kuat dan lemah yang dapat terjadi baik pada tanaman budidaya maupun gulma. hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya tindakan atau teknik-teknik dalam pengendalian gulma.

    Pengendalian gulma adalah tindakan untuk menghentikan berkelanjutan tumbuhnya gulma atau secara umum disebut antisipasi keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya. usaha manusia akan hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian pada gulma pada sesuai dengan keadaan tanamanam, tujuan bertanam dan biaya.

    Teknik-teknik pengendalian gulma sacara kimiawi maupun non herbisida setiap kurun waktu akan terjadinya perkembangan yang mana terus dipertanyakan manfaatnya hingga kerugian bagi manusia dan lingkungan sekitar. hal tersebut beberapa pengendalian gulma yang berawal dari pengendalian gulma secara kimiawi yaitu dengan menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma. bahan kimiawi itu disebut herbisida yang artinya herba adalah gulma dan sida adalah membunuh, jadi zat herbisida ialah zat kimiawi yang dapat mematikan pertumbuhan gulma.

  Penggunaan herbisida memberikan konsekuensi tertentu sehingga harus dipergunakan tepat dan tepat pula saat pemberian yang dibutuhkan. sesuai dengan waktu pemberian, maka herbisida dapat diberikan secara : 

  1. Pra- oleh (pre-cultivation), sebelum oleh tanah, gulma yang ada di atas lahan diberi herbisida untukmemudahkan pengelolaan.
  2. Pra- tanam (Pre-planting), setelah pengelolaan tanah dan sebelum tanam.
  3. Pra- tumbuh (pre-emergence, setelah tanam,
  4. Pasca tumbuh (post- emergence), herbisida diberikan setelah tanam maupun gulma muncul atau tumbuh.


        Penyemprotan yaitu dengan bagiannya terdiri dari tengki, pompa penekan, dan nozzle kemudian larutan didalamnya harus homogen. semprotan dapat dibagi menjadi semprotan volume rendah 222 l ha-1 dan volume tinggi (220- 3 700 l ha-1) yang mana keduanya membutuhkan aplikasi yang seragam. kemudian tentang arah penggunaannya dengan cara : 

1. langsung pada gulma 
2. langsung pada gulma yang tumbuh terpencar
3. langsung pada gulma dalam larikan 
4. diberikan di atas tanaman
5. diberikan pada keseluruhan tanaman dan gulma

        Pengendalian gulma secara non herbisida, yaitu tanpa menggunakan  bahan kimiawi namun dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengendalian secara biologis dan non- biologis.

A.  pengendalian secara biologis, dapat dilakukan atau memberantas gulma melalui inang pada gulma yang mana di lain pihak bila ada insekta yang memakan gulma. contohnya, sejenis penggerek Argentine (Cactoblastis cactorum) di queensland, maka kaktus yang menghuni lahan sekitar kurang lebih 25 juta hektar selama 12 tahun dapat ditekan hingga 95%

B. Pengendalian secara non-biologis, dapat dilakukan dengan cara kekuatan fisik atau mekanik, baik dengan tangan biasa, alat sederhana maupun alat berat. beberapa cara atau teknik pengendalian tersebut ialah : 

  1. Pencabutan dengan tangan atau  penyiangan, pencabutan gulma perennial dengan cara semacam ini mengakibatkan akar terpotong dan tertinggalnya bagian di dalam tanah yang akhirnya dapat  muncul kecambah baru yang kemudian dapat tumbuh kembali. agar dapat efektif dalam                          pengendalian  pencabutan, maka dilakukan pelaksanaan pencabutan terbaik pada saat sebelum  pembentukan biji gulma.
  2. Bajak tangan, alat ini sangat berguna pada halaman dan sebagai alat tambahan oleh tanah dalam penyiangan disegala jenis barisan pertanaman. dalam 3 hingga 4 bulan pertama pembajakan dengan interval 10 harian dianjurkan untuk dilakukan.
  3. Olah tanah, dapat dilakukan pada pengendalian gulma annual, biennial, dan perennial dengan cara masing-masing yaitu annual cukup dibajak dangkal saja tidak terlalu dalam, bagian atas dan mahkota pada biennial kemudian, gulma perennial yaitu kedua bagian di bawah dan diatas tanah dirusakan. 
  4. Penggenangan, dilakukan pada gulma perennial. penggenangan dilakukan setelah pembajakan kemudian, dibatasi dengan gelengan, dengan tinggi kurang lebih 15 - 25 cm selama 3-8 minggu. pengendalian ini dapat diperlakukan pada tanah ringan yang mana gulma yang perennial dan tumbuh dengan padi sawah.
  5. Panas, dilakukan ketika membakar bagian atas gulma yang telah tua atau terpotong oleh alat lain dan juga dapat membasmi biji gulma yang terpendam karena titik mati kebanyakan sel tumbuhan yaitu panas terletak anatara 45 derajat - 55 derajat celcius. hal tersebut dapat menghilangkan serasah bekas tanaman daripada sebagai cara pengendalian.
  6. Pembubuhan mulsa, sebagai penghalang cahaya matahari mencapai pertumbuhan gulma maka selapis bahan mulsa ditutup oleh gulma. gulma perennial menghendaki selapis tebal jerami, tapi tidak berlaku pada gulma pertumbuhan vegetatif sehingga dapat dipergunakan dalam ukuran  kecil  saja.
  7. Meotde pola tanam atau persaingan, dengan cara bercocok tanam bergiliran meningkatkan kemampuan kuat dari tanaman sehingga masing- masing tanaman akan berasosiasi dengan sejenis gulma khas yang tertentu. pergiliran tanaman memberi kemungkinan bahwa segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu perkembangan tanaman berikutnya.
  8. Preventif (pencegahan), cara yang dilakukan dengan menjaga benih- benih yang akan ditanamkan  sebersih mungkin dan bebas terkontaminasi dengan biji gulma, pembuatan kompos yang sempurna,   dan penggunaan alat pertanian yang bersih, serta menyaring air pengairan sehingga tidak terbawanya biji gulma ke petak pertanaman.




Mungkin sekian dulu tentang perkembangan teknik pengendalian gulma, 

Sebenarnya masih banyak lagi pengendalian gulma yang bagus dan baik untuk diterapkan sehingga dapat memberi keuntungan bagi manusia, tanaman, dan lingkungan sekitarnya. tapi, karena saya hanya dapat merangkum pada satu buku saja sehingga hanya beberapa saja yang dapat saya tulis. oh iya, buku yang saya rangkum tentang pengendalian gulma ini sangat bagus sekali apalagi buat kalian yang ingin tau lebih tentang gulma itu sendiri. 

Buku tersebut ditulis oleh Prof. Dr. Ir. H. Jody Moenandir, Dio.Agr.Sc., beliau menulis ini dengan judul buku ilmu gulma. baiklah, semoga bermanfaat dan sampai jumpa ditulisan lainnya.

Pengendalian Hayati Gulma Teki Dengan Biokontrol Jamur Karat

     Pengendalian gulma secara hayati (biokontrol gulma) adalah penggunaan musuh-musuh alami (organisme hidup) selain manusia untuk menguran...